Navigation


RSS : Articles / Comments


Perilaku Konsumen Dan Strategi Produk

6:23 PM, Posted by By Communicator 12, No Comment

BAB I GAMBARAN UMUM PERILAKU KONSUMEN DAN STRATEGI PRODUK 1.1 Perilaku Konsumen Menurut The American Marketing Association dalam buku Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran (Nugroho Setiadi, 2003 : 3), perilaku konsumen adalah interaksi dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. James F. Engel dalam buku Perilaku Konsumen (Anwar Prabu, 2009 : 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. Ada tiga variabel dalam mempelajari perilaku konsumen, yaitu : 1. Variabel stimulus 2. Variabel respons 3. Variabel intervening 1.2 Strategi Produk Strategi produk didesain untuk mempengaruhi konsumen baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, strategi produk baru didesain untuk mempengaruhi konsumen agar mau mencoba produk; untuk jangka penjang, strategi produk didesain untuk mengembangkan loyalitas merek dan mendapatkan pangsa pasar yang besar. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh pemasar dalam mengembangkan strategi produk mereka adalah : 1. Afeksi dan kognisi produk 2. Perilaku produk 3. Lingkungan produk 4. Penganalisisan hubungan antara konsumen-produk BAB II ANALISIS PERILAKU KONSUMEN DAN STRATEGI PRODUK 2.1 Perilaku Konsumen 2.1.1 Definisi Perilaku Konsumen Istilah perilaku erat hubungannya dengan objek yang studinya diarahkan pada permasalahan manusia. Di bidang studi pemasaran, konsep perilaku konsumen secara terus menerus dikembangkan dengan berbagai pendekatan. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi produk yang tepat haruslah memahami apa yang konsumen rasakan (afeksi), apa yang konsumen pikirkan (kognisi), apa yang konsumen lakukan (perilaku), dan apa serta dimana yang berkaitan dengan kejadian di sekitar konsumen (lingkungan) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen. Beberapa definisi yang disampaikan oleh para ahli adalah sebagai berikut : 1. James F. Engel dalam buku Perilaku Konsumen (Anwar Prabu, 2009 : 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut. 2. Gerald Zaltman dan Melanie Wallendrof dalam buku Perilaku Konsumen (Anwar Parabu, 2009 : 3) menjelaskan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber lainnya. 3. David Loudon & Della Bitta (1984 : 6) mengemukakan bahwa perilaku konsumen merupakan proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan, atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa 4. The American Marketing Association dalam buku Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran (Nugroho Setiadi, 2003 : 3) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : Perilaku Konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi oleh The American Marketing Association tersebut di atas, terdapat tiga (3) ide penting, yaitu: (1) perilaku konsumen adalah dinamis; (2) hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan; serta (3) hal tersebut melibatkan pertukaran. Perilaku konsumen adalah dinamis. Hal itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam pengembangan strategi produk, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seeorang tidak boleh berharap bahwa suatu strategi produk yang sama dapat memberikan hasil yang sama di sepanjang waktu, pasar, dan industri. Perilaku Konsumen Melibatkan Pertukaran. Peran pemasar adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi produk. Dari beberapa definisi di atas, kami menyimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dipengaruhi lingkungan. 2.1.2 Variabel-Variabel Dalam Perilaku Konsumen Menurut pendapat David Louden dan Della Bitta (1984 : 24-26), ada tiga variabel dalam mempelajari perilaku konsumen, yaitu : 1. Variabel stimulus Merupakan variabel yang berada di luar diri individu (faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian. Contohnya : merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang, dan ruangan toko. 2. Variabel respons Merupakan hasil aktivitas individu sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respons sangat bergantung pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Contohnya : keputusan membeli barang, pemberi penilaian terhadap barang, dan perubahan sikap terhadap suatu produk. 3. Variabel intervening Merupakan variabel antara stimulus dan respons. Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu barang. 2.2 Strategi Produk 2.2.1 Afeksi dan Kognisi Produk Berfokus kepada produk dan bagaimana konsumen merasakan, menerjemahkan, dan mengintegrasikan semua informasi yang berkaitan dengannya. Salah satu hal penting dalam strategi produk adalah berkenaan dengan kepuasan dan ketidakpuasan. 1. Kepuasan Kepuasan konsumen atau konsumen satisfaction adalah konsep penting dalam konsep pemasaran dan penelitian konsumen. Jika konsumen merasa puas dengan suatu produk atau merek, mereka akan cenderung terus menggunakannya atau membelinya dan bahkan akan memberitahu orang lain tentang pengalaman yang menyenangkan dengan produk tersebut. Dan apabila konsumen tidak puas mereka cenderung beralih ke merek yang lain serta mengajukan keberatan pada produsen atau pengecer produk tersebut, dan bukan tidak mungkin konsumen yang merasa tidak puas ini akan menceritakan juga kepada konsumen lainnya. Melihat tingginya tingkat kepentingan kepuasan pada pemasaran, kepuasan telah menjadi subjek dari penelitian konsumen yang cukup gencar. Yang paling banyak diteliti adalah apa yang disebut dengan paradigma ketidakcocokan. Pendekatan ini memandang ketidakpuasan terhadap produk dan merek sebagai hasil dari dua variabel kognitif lainnya, yaitu harapan prapembelian dan ketidakcocokan. Harapan prapembelian (prepurchase expectations) adalah kepercayaan tentang kinerja suatu produk yang diperkirakan akan muncul. Dan ketidakcocokan (disconfirmation) adalah perbedaan antara harapan pra pembelian dan persepsi pasca pembelian. Selanjutnya ada dua jenis ketidakcocokan, yaitu ketidakcocokan negatif (negative disconfirmation) terjadi ketika kinerja produk kurang dari apa yang diharapkan, ketidakcocokan positif (positive disconfirmation) terjadi ketika kinerja produk ternyata lebih dari apa yang diharapkan. Dan kepuasan terjadi ketika kinerja produk paling tidak sama seperti apa yang diharapkan, ketidakpuasan terjadi ketika kinerjanya lebih buruk dari apa yang diharapkan. 2. Ketidakpuasan. Seperti yang telah dikatakan, ketidakpuasan (disatisfation) muncul ketika harapan prapembelian ternyata tidak cocok secara negatif. Yaitu, kinerja suatu produk ternyata lebih buruk dari kinerja yang diharapkan. Konsumen yang merasa tidak puas terhadap suatu produk cenderung tidak akan melakukan pembelian ulang dan bahkan dapat mengecam langsung kepada produsen, pengecer, serta menceritakannya pada konsumen lainnya. Ada beberapa generalisasi yang dibuat tentang ketidakpuasan konsumen dan perilaku mengecam : 1. Mereka yang mengecam karena merasa tidak puas cenderung adalah anggota dari grup sosioekonomi menengah atas. 2. Karakteristik kepribadian, termasuk dogmatism, pusat control, dan kepercayaan diri, tidak banyak kaitannya dengan perilaku mengecam, atau bahkan tidak sama sekali. 3. Tingkat keseriusan perasaan tidak puas atau permasalahan yang disebabkan oleh ketidakpuasan ternyata berkaitan secara positif dengan perilaku mengecam. 4. Semakin besar perasaan tidak puas yang dibebankan pada seseorang diluar orang yang merasa tidak puas, semakin tinggi kecenderungan terjadinya kecaman. 5. Semakin positif persepsi tentang kepekaan pengecer terhadap keluhan konsumen, semakin tinggi kencenderungan terjadinya kecaman. 2.2.2 Perilaku Produk Dari sudut pandang strategi, salah satu sasaran besar pemasar adalah untuk meningkatkan kemungkinan dan frekuensi konsumen melakukan kontak dengan produk, membeli dan menggunakannya, dan melakukan pembelian ulang. Sasaran ini didasarkan pada dua kelas perilaku konsumen, yaitu : kontak produk dan loyalitas merek : 1. Kontak Produk Dalam konteks pembelian eceran, kontak produk antara lain dapat berupa perilaku mencari lokasi suatu produk di dalam toko, mempelsjsrinys, dan membawanya ke kasir. Kontak produk dapat terjadi melalui berbagai cara di samping kunjungan ke toko. Misalnya, beberapa mahasiswa dapat mengenali komputer pribadinya dari pelajaran di laboratorium komputer, maka saat tiba waktunya dia membeli komputer pribadi, kontak produk yang terjadi di laboratorium komputer dapat sangat mempengaruhi merek apa yang akan dibeli. Perusahaan komputer dapat memanfaatkan hal ini dengan cara menyumbangkan produk mereka ke perguruan tinggi atau menjualnya dengan harga miring Konsumen dapat mengalami kontak dan terlibat dengan suatu produk melalui berbagai cara yang berbeda. Konsumen dapat menerima sampel gratis di pusat-pusat perbelanjaan dan majalah, mereka dapat meminjam suatu produk dari teman dan menggunakannya; atau mereka dapat menerima suatu produk sebagai hadiah. 2. Loyalitas Merek Loyalitas merek adalah suatu konsep yang sangat penting, khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan rendah namun tingkat persaingannya sangat ketat. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup; dan upaya mempertahankan ini sering menjadi strategi yang jauh lebih efektif ketimbang upaya menarik pelanggan baru (Peter & Olson, 2000 : 161) Berbagai tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut : 1. loyalitas merek tak terbagi 2. loyalitas merek berpindah sesekali 3. loyalitas merek berpindah 4. loyalitas merek terbagi 5. pengabaian merek 2.2.3 Lingkungan Produk Lingkungan produk adalah rangsangan yang berkaitan dengan produk yang ditujukan kepada konsumen dan dipahami sepenuhnya oleh konsumen. Umumnya, sebgaian besar rangsangan tersebut diterima melalui indera penglihatan, walaupun ada beberapa pengecualian. Misalnya, bagaimana sebuah perangkat radio tape berbunyi atau bagaimana sebuah baju sutra dirasakan juga mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku konsumen. Dalam makalah ini kami memfokuskan pada dua jenis rangsangan lingkungan, yaitu : ciri produk dan pengepakan (packaging) : 1. Ciri-ciri Produk Produk dan ciri-ciri produk adalah perangsang utama yang mempengaruhi afeksi, kognisi, dan perilaku konsumen cirri-ciri tersebut dapat dievaluasi konsumen dalam hal kesesuaian dengan tata nilai, kepercayaan, dan pengalaman mereka. Pemasaran dan informasi-informasi lainnya juga mempengaruhi apakah pembelian dan penggunaan suatu produk akan menjanjikan sesuatu yang bermanfaat. Misalnya, ciri- ciri produk sebuah baju baru antara lain: warna, material, panjang lengan, jenis, jumlah kancing, dan jenis kerahnya. Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, dan dengan mencoba mengenakan langsung baju tersebut, seorang konsumen dapat menyimpulkan, “ baju ini dibuat dengan baik, dan saya tampak gagah mengenakannya,” “ Baju ini cocoknya hanya untuk para kutu buku,” atau “ Baju ini bagus buatannya, tapi tidak cocok untuk saya,” 2. Kemasan Terdapat empat sasaran pengemasan yang selalu dipertimbangkan, yaitu : • Kemasan harus melindungi produk disepanjang perjalanannya melalui saluran distribusi hingga mencapai sasarannya. • Kemasan harus ekonomis, dan tidak menambahkan biaya yang tidak dibutuhkan pada produk. • Kemasan harus memungkinkan konsumen menyimpan dan menggunakannya dengan mudah. • Kemasan secara efektif dapat digunakan untuk mempromosikan produk kepada konsumen. Kemasan yang dirancang dengan baik dapat menciptakan kenyamanan dan nilai promosi. Dalam berbagai kasus tertentu, kemasan dapat memberikan keunggulan relatif bagi produk di dalamnya. Disamping bentuk dari kemasan itu sendiri, warna kemasan juga dianggap memiliki dampak-dampak yang penting terhadap afeksi, kognisi, dan perilaku konsumen. Dampak ini lebih dari sekedar menarik perhatian konsumen dengan cara menggunakan warna yang dapat menarik perhatian. Misalnya warna kotak Crecker Ritz, dirubah menjadi warna merah tua dikelilingi oleh pita tipis berwarna emas, agar dapat menarik perhatian kalangan muda, konsumen yang dianggap lebih makmur (Peter & Olson, 2000 : 166). Menurut Davis L. Masten dalam Consumer Behavior (Peter & Olson, 2000 : 167), kemasan yang efektif tidak akan menjadi substitusi bagi produk yang berkualitas yang ditawarkan pada harga bersaing. Namun demikian, kemasan yang efektif dapat: • Memperkuat cara pandang konsumen tentang suatu produk. • Meningkatan kenampakan produk dan perusahaan. • Memperkuat citra merek di toko-toko maupun dirumah. • Mempertahankan konsumen lama dan menarik konsumen baru. • Meningkatkan efektifitas biaya anggaran belanja pemasaran. • Meningkatkan kebersaingan Laba produk. Identifikasi merek dan label informasi pada kemasan (demikian pula dengan yang terdapat pada produk) memberikan rangsangan tambahan untuk dipertimbangkan oleh konsumen. Identifikasi merek untuk berbagai kasus dapat mempermudah pembelian konsumen dan memungkinkan terjadinya proses pengembangan loyalitas. Nama merek seperti Rolex atau Parker dapat menjadi rangsangan pembeda bagi konsumen. Termasuk dalam label informasi antara lain adalah instruksi penggunaan, kandungan, daftar bahan baku, peringatan penggunaan dan pemeliharaan produk, dan sebagainya. Untuk beberapa produk tertentu, informasi ini dengan kuat dapat mempengaruhi pembeliannya. Misalnya, seorang konsumen yang sadar kesehatan sering mempertanyakan informasi pada kemasan untuk mencari tahu nilai vitamin, kandungan gula, dan kalori dalam satu porsi sereal. 2.2.4 Penganalisisan hubungan antara konsumen-produk Aspek kritis pada saat mendesain strategi produk membutuhkan penganalisisan hubungan antara konsumen-produk. Hal ini berarti bahwa afeksi, kognisi, perilaku, dan lingkungan konsumen yang berkait dengan produk harus dipertimbangkan secara seksama pada saat peluncuran produk baru, dan harus terus dipantau di sepanjang siklus hidup suatu produk. Dalam bagian ini dianalisis dua hal, yaitu : 1. karakteristik konsumen dalam penganalisisan hubungan konsumen-produk, adalah penting untuk menyadari bahwa konsumen itu beragam dalam keinginan untuk mencoba suatu produk baru. Berbagai jenis konsumen yang berbeda dapat mengadopsi suatu produk baru pada tahapan siklus hidup produk yang berbeda pula. Menurut Peter & Olson (2000 : 169), kelima grup pengadopsi dikarakteristikkan sebagi berikut : a. inovator b. pengadopsi awal c. mayoritas awal d. mayoritas akhir e. pengekor 2. karakteristik produk. Dalam menganalisis hubungan konsumen dengan produk penting juga untuk mempertimbangkan karakteristik-karakteristik dari produk tersebut. Beberapa di antara karakteristik ini terbukti dapat mempengaruhi keberhasilan suatu produk atau merek. Karakteristik-karakteristik produk ini antara lain: a. Kompatibilitas (compatibility). Merupakan sejauh mana suatu produk konsisten dengan afeksi, kognisi, dan perilaku konsumen saat ini. Apabila kondisi-kondisi lainnya dianggap sama dan produk tersebut ternyata tidak membutuhkan perubahan penting pada nilai-nilai dan kepercayaan konsumen atau pada perilaku pembelian dan penggunaan konsumen maka konsumen tersebut akan lebih cenderung mencoba produk tersebut daripada produk lainnya. Misal air mineral Aqua yang merupakan air minum kemasan pertama di Indonesia tidak membutuhkan banyak perubahan di sisi konsumen untuk dapat mencobanya. b. Kemampuan untuk diujicoba (trialability). Ini menjelaskan sejauh mana suatu produk dapat dicoba dalam jumlah yang terbatas, atau dipilah ke dalam jumlah-jumlah yang kecil apabila dalam melakukan uji coba ternyata membutuhkan biaya yang tinggi. Apabila kondisi lainnya dianggap sama dan produk tersebut memungkinkan untuk dilakukannya uji coba tanpa harus membeli atau uji coba pembelian dengan jumlah terbatas akan cenderung lebih mempengaruhi konsumen untuk mencoba. Test drive mengendarai mobil, mencoba gratis paket internet, menerima penawaran rokok gratis dari SPG adalah cara-cara konsumen mencoba produk dalam jumlah yang terbatas sambil mengurangi tingkat resiko. c. Kemampuan untuk diteliti (observability). Hal ini mengacu pada sejauh mana produk atau dampak yang dihasilkan produk tersebut dapat dirasakan oleh konsumen lain. Produk baru yang dikenal masyarakat dan sering didiskusikan cenderung diadopsi lebih cepat. Blackberry merupakan salah satu produk yang mudah untuk diteliti dan ciri-ciri ini mempengaruhi tingkat pembeliannya. d. Kecepatan (speed). Merupakan seberapa cepat manfaat suatu produk dipahami oleh konsumen. Sebab sebagian konsumen masih berorientasi pada kepuasan yang dengan cepat dirasakan daripada yang ditunda, produk yang dapat memberikan manfaat lebih cepat cenderung memiliki potensi yang lebih tinggi untuk dicoba oleh konsumen. Misalnya customer service galeri indosat yang dengan cepat, tanggap dan memuaskan dalam menyelesaikan semua komplain dan permasalahan pelanggan. e. Kesederhanaan (simplicity). Adalah sejauh mana suatu produk dengan mudah dimengerti dan digunakan konsumen. Apabila kondisi lain dianggap sama dan produk yang pada saat merakitnya tidak membutuhkan upaya yang rumit serta pelatihan konsumen yang mendalam cenderung lebih berpeluang untuk dicoba. Misalnya beberapa produk handphone seperti buatan Sony Ericsson, dipromosikan sebagai handphone yang mudah pemakaiannya untuk mendorong pembelian. f. Manfaat relatif (relative advantage). Menjelaskan sejauh mana suatu produk memiliki keunggulan bersaing yang bertahan atas kelas produk, bentuk produk, dan merek lainnya. Tidak ada sanggahan bahwa keunggulan relatif adalah karakteristik produk yang paling penting, bukan hanya agar terjadi uji coba produk tapi juga untuk menjaga keberlangsungan pembelian dan pengembangan loyalitas merek. Dalam beberapa kasus, manfaat relatif dapat diperoleh melalui pengembangan teknologi. Misalnya, persaingan antara Intel dengan AMD dalam menciptakan microprosessor. Pada awal tahun ini intel memperkenalkan chips terbaru mereka yaitu Intel’s Core Chips 32 nanometer. Chips ini dianggap memiliki kemampuan lebih baik dan efisien daripada generasi sebelumnya. Sedangkan AMD sendiri tidak akan menampilkan AMD’s 32 nanometer chips hingga tahun 2011. (http://www.teknopreneur.com/content/pertarungan-chip-intel-vs-amd). Pada tingkatan merek, sering kali sulit memelihara manfaat relatif teknologi. Hal ini disebabkan karena teknologi baru atau yang ditingkatkan sering kali dengan mudah ditiru oleh kompetitor. Di samping itu, berbagai merek dalam grup produk ternyata relatif homogen dalam hal manfaat fungsionalnya bagi konsumen. Oleh karena itu, salah satu sumber paling penting dari manfaat relatif adalah dari simbolisme produk daripada perubahan produk atau perbedaan fungsional dalam produk. g. Simbolisme produk (product symbolism). Adalah apakah makna suatu produk atau merek bagi konsumen dan bagaimanakah pengalaman konsumen ketika membeli dan menggunakannya. Peneliti konsumen menyadari bahwa sebagian produk memiliki ciri-ciri simbolisme dan bahwa pengkonsumsiannya lebih tergantung pada makna sosial dan psikologis daripada utilitas fungsionalnya. Misalnya pasar blue jeans yang didominasi oleh merek-merek besar seperti Levi’s, Wrangler, dan Lee. Sangat sulit untuk menentukan perbedaan nyata di antara jeans tersebut kecuali pada desain kantong dan label merek. Jika nama merek ini tidak berarti apa-apa bagi konsumen dan dibeli semata berdasarkan ciri-ciri produk seperti bahan dan gaya, akan menjadi sulit untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan pangsa pasar, karena kesamaan tiap merek. Kesulitan juga muncul saat hendak menjelaskan bagaimana sebuah merek seperti jeans Guess dapat meraup angka penjualan hingga 200 juta dolar selama tiga tahun pertama operasinya. Tampak jelas bahwa nama merek jeans memiliki makna dan menyimbolkan nilai-nilai yang berbeda bagi konsumen. Misalnya para remaja belasan tahun adalah pelanggan utama jeans Guess, konsumen ini mungkin mencoba mencari identitas yang berbeda dari orang lain yang menggunakan merek tradisional seperti orang tua mereka. DAFTAR PUSTAKA Louden & Della Bitta. 1984. Consumer Behavior : Concept and Application. Mc Graw Hill Inc. : The United States of America Mangkunegara, Anwar. 2009. Perilaku Konsumen. Refika Aditama : Bandung Peter & Olson. 2000. Consumer Behavior : Edisi Keempat, Jilid 2. Erlangga : Jakarta Setiadi, Nugroho. 2003. Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana Prenada Media Group : Jakarta

No Comment